Sinopsis 28 Days Later (2002)

512702 votes, average 7.5 out of 10

28 hari setelah sebuah virus mematikan tak sengaja tersebar dari fasilitas riset di Inggris, sekelompok kecil penyintas di London berjuang putus asa melindungi diri dari para terinfeksi. Menyebar lewat manusia maupun hewan, virus ini mengubah korbannya menjadi maniak haus darah — dan sama sekali mustahil untuk dihentikan.

Sekelompok aktivis hewan menyusup ke sebuah laboratorium penelitian di Cambridge. Mereka menemukan banyak monyet yang sedang dijadikan objek percobaan, terinfeksi dengan sebuah penyakit berbahaya bernama R.A.G.E.

Seorang dokter berusaha menghentikan mereka. Ia memohon agar para aktivis tidak melepaskan monyet-monyet itu. Katanya, hewan-hewan itu membawa penyakit yang menular, penuh kekerasan, dan tidak bisa dikendalikan. Namun para aktivis keras kepala. Mereka mengabaikan peringatan itu. Salah satu dari mereka membuka kandang seekor monyet, dan dalam sekejap ia digigit. Darah menyembur, ia muntah darah, dan seketika itu pula semua orang di ruangan tersebut terinfeksi.

28 Hari Kemudian…

Jim (Cillian Murphy) terbangun di sebuah rumah sakit yang sepi. Ia berbaring di ranjang, tubuhnya kurus dan lemah, hanya mengenakan gaun pasien. Saat berjalan keluar, ia menemukan rumah sakit itu kosong, berantakan, penuh sampah berserakan. Telepon-telepon dibiarkan menggantung, tidak ada seorang pun di sana.

Ia melangkah ke luar dan mendapati London dalam keadaan lebih parah. Jalanan kosong, tidak ada mobil melintas, tidak ada suara manusia, hanya kesunyian mencekam. Di jalan, ia menemukan tumpukan koran dengan judul besar: “Evacuation”.

Jim masuk ke sebuah gereja, dan di sana ia melihat pemandangan mengerikan: puluhan mayat ditumpuk di dalamnya. Dengan ragu ia berteriak, “Halo?” Tiba-tiba, beberapa mayat bangkit dengan ekspresi kosong. Seorang pendeta mendobrak pintu, menatapnya dengan mata penuh amarah, dan mulai mengejarnya bersama yang lain.

Catatan: Mereka bukan zombie yang mati dan hidup lagi, melainkan manusia yang terinfeksi virus R.A.G.E. Mereka bergerak cepat, penuh amarah, bukan mayat berjalan lamban seperti zombie pada umumnya.

Jim lari terbirit-birit, namun para terinfeksi mengejarnya. Di saat kritis, dua orang melempar Molotov dan menolongnya. Mereka adalah Selena dan Mark, pasangan yang selamat.

Baca juga:  Luther: The Fallen Sun (2023)

Jim dibawa ke sebuah toko untuk beristirahat. Di sana, Selena menjelaskan bahwa virus ini menular lewat darah. Hanya sedikit saja kontak darah, apalagi masuk ke mulut atau luka, cukup untuk mengubah seseorang dalam hitungan detik.

Jim ingin tahu apa yang terjadi pada orang tuanya. Maka mereka menemaninya pulang ke rumah orang tuanya. Di sana, Jim menemukan kedua orang tuanya sudah meninggal, bunuh diri agar tidak menular. Di tangan ibunya, masih tergenggam foto dirinya.

Malam itu, mereka bermalam di rumah itu. Jim tidak bisa tidur, ia bangun, menyalakan lilin, membuka lemari es, lalu berandai-andai. Dalam benaknya, orang tuanya masuk ke rumah, menyapanya, dan mereka bercakap hangat. Namun di luar, cahaya lilin menarik perhatian para terinfeksi. Bayangan hitam berlari menuju rumah.

Tiba-tiba, mereka menerobos masuk lewat pintu dapur dan jendela. Jim diserang, Selena dan Mark datang menolong. Dalam kekacauan, Mark terluka akibat gigitan. Tanpa ragu, Selena langsung menebas Mark hingga mati—baginya, bertahan hidup lebih penting daripada belas kasihan.

Selena dan Jim berjalan di jalanan sepi hingga melihat sesuatu yang aneh: lampu Natal menyala di balkon apartemen tinggi. Mereka memutuskan memanjat tumpukan troli belanja yang disusun sebagai penghalang zombie, lalu naik ke atas.

Saat hampir diserang, seorang pria berseragam mirip SWAT datang menolong. Ia adalah Frank (Brendan Gleeson), dan putrinya Hannah tinggal bersamanya. Mereka sudah lama bertahan hidup di sana.

Frank memperdengarkan radio: ada panggilan dari tentara, meminta orang-orang mencari perlindungan di Manchester. Keempatnya memutuskan berangkat bersama, menggunakan taksi Frank.

Mereka menempuh jalan yang berbahaya. Di bawah jembatan, mobil-mobil rusak dan mayat menumpuk. Frank nekat menerobos, tapi ban mobil kempis. Saat ia memperbaikinya, para terinfeksi mendekat. Dalam ketegangan, mereka berhasil mengganti ban tepat waktu dan kabur.

Di toko besar, mereka mengambil persediaan makanan. Lalu mereka berkemah di sebuah padang rumput, malam yang tenang setelah sekian lama. Namun besoknya, saat Jim masuk ke pom bensin, ia dihadang seorang remaja terinfeksi. Dengan berat hati, Jim memukulnya sampai mati dengan tongkat.

Baca juga:  28 Weeks Later (2007)

Akhirnya mereka tiba di Manchester. Namun yang mereka temukan hanyalah reruntuhan kota terbakar, sepi tanpa kehidupan. Frank yang frustrasi duduk termenung. Saat ia mengusir seekor burung gagak, setetes darah jatuh dari mayat ke matanya. Ia segera terinfeksi. Dalam sekejap, tentara muncul dan menembaknya mati. Hannah, putrinya, histeris.

Jim dan Selena ditangkap tentara, dibawa ke markas mereka—sebuah rumah besar bergaya mansion.

Di markas, mereka diperkenalkan dengan para tentara dan pemimpin mereka, Mayor West (Christopher Eccleston). West menunjukkan halaman belakang, di mana seorang tentara terinfeksi bernama Mailer diikat dengan rantai. Katanya, mereka memeliharanya untuk meneliti berapa lama para terinfeksi bisa bertahan hidup tanpa makan.

Namun, kenyataan pahit terungkap. Saat makan malam, Jim mendengar obrolan mengerikan: para tentara sudah putus asa. Mereka ingin memperkosa Selena dan Hannah, dijadikan “hadiah” untuk menjaga moral pasukan. West sendiri mengaku bahwa sembilan hari lalu salah satu tentaranya hampir bunuh diri. Untuk menahan kepanikan, ia menjanjikan perempuan bagi mereka.

Jim panik. Ia mencoba melarikan diri bersama Selena dan Hannah, namun tertangkap. Ia dipukul dan diseret keluar ke hutan untuk dieksekusi. Untungnya, ia berhasil melarikan diri.

Jim kembali dengan wajah penuh tekad. Ia membebaskan Mailer, si tentara terinfeksi yang dirantai. Dalam sekejap, Mailer mengamuk, menyerang dan menulari para tentara lain. Kekacauan pecah.

Sementara itu, Selena dan Hannah berusaha kabur dari seorang tentara bejat. Hannah menantangnya dengan berkata ia akan segera mati, membuat tentara itu lengah. Tiba-tiba, Mailer menerobos jendela dan menggigitnya. Selena dan Hannah berhasil melarikan diri.

Jim masuk ke rumah, membantai tentara satu per satu. Ia menolong Selena dari seorang tentara yang hampir memperkosanya, mencungkil mata sang tentara dengan brutal. Selena sempat mengira Jim sudah berubah jadi salah satu terinfeksi karena wajahnya begitu buas, tapi akhirnya sadar itu benar-benar Jim.

Mereka hendak kabur, namun di gerbang bertemu Mayor West. Ia menembak Jim. Hannah dengan cepat menyalakan mobil dan menabrakkan mundur. Ia berhenti sebentar, membiarkan Mailer menyeret West keluar mobil. Sang mayor tewas dimangsa.

Baca juga:  Captain America: Brave New World (2025)

Selena, Jim, dan Hannah berhasil menembus pagar, melarikan diri ke kebebasan.

28 Hari Kemudian…

Kini mereka tinggal di sebuah rumah di lembah hijau yang luas, penuh pohon dan bukit. Selena sedang menjahit kain besar bertuliskan “HELLO”. Hannah berlari masuk, panik: pesawat tempur mendekat! Mereka bergegas membentangkan kain itu di tanah. Dari udara, jet tempur melintas—awalnya seperti tak melihat, tapi akhirnya berputar, seolah menyadari tanda itu.

Mereka bertiga melompat kegirangan, menatap langit dengan penuh harapan.

Alternatif Ending (versi DVD Inggris)

Setelah mereka kabur dari mansion, kisah berlanjut berbeda. Selena dan Hannah terlihat mendorong Jim yang sekarat di atas ranjang rumah sakit. Ia tak sadarkan diri, sementara Selena berusaha mati-matian menyelamatkannya. Jim bermimpi seolah ia kembali bersepeda di jalan kota, tapi bayangannya terdistorsi. Saat ia mulai menyerah, ia “ditabrak mobil” dalam halusinasinya.

Di dunia nyata, Selena tetap mencoba menyelamatkan Jim. Hannah akhirnya menghentikannya, membuat Selena sadar bahwa Jim telah tiada. Mereka berdua berjalan pergi di koridor kosong, meninggalkan tubuh Jim.

Ada juga alternatif lain: sama seperti akhir versi bioskop, hanya saja Jim tidak ada—seolah-olah memang benar ia mati.

 

Leave a Reply