Anna, seorang wanita muda Amerika yang ambisius, berangkat ke Universitas Oxford untuk mewujudkan mimpi masa kecilnya. Hidupnya berjalan sesuai rencana, sampai ia bertemu dengan seorang pria lokal yang menawan dan cerdas — pertemuan yang mengubah hidup keduanya secara mendalam.
Anna De La Vega, seorang mahasiswi asal Amerika yang cerdas dan penuh semangat, datang ke Inggris untuk menempuh studi sastra selama satu tahun di Oxford University. Hari pertamanya di kota tua yang penuh sejarah ini ternyata tidak berjalan mulus. Saat melintas di jalan, sebuah mobil memercikkan air ke tubuhnya—dan pengemudi mobil itu adalah Jamie Davenport, seorang pria Inggris tampan namun terlihat angkuh.
Kejadian itu hanya dianggap sebagai ketidaksopanan, hingga kemudian Anna terkejut mengetahui bahwa Jamie adalah salah satu dosen muda yang akan mengajar kelasnya. Pertemuan kembali ini membuat mereka saling menyindir, penuh ejekan dan ketegangan kecil. Namun di balik itu, ada semacam ketertarikan antara mereka yang tidak bisa diabaikan.
Malam itu, Anna dan Jamie menghabiskan waktu bersama. Anna untuk pertama kalinya masuk ke sebuah pub khas Inggris, merasakan suasana baru dan tawa ringan. Tetapi ketika malam berakhir, Jamie tiba-tiba menarik diri. Penolakannya yang dingin membuat Anna merasa tersakiti, hingga ia mencoba membuat Jamie cemburu dengan menari bersama pria lain.
Keesokan harinya, Jamie menunjukkan sebuah buku istimewa pada Anna. Dalam percakapan yang intim, mereka akhirnya berdamai—dan malam itu berakhir dengan hubungan fisik pertama mereka. Namun keduanya sepakat bahwa hubungan ini hanyalah sesuatu yang ringan, tidak serius.
Anna kemudian berbicara dengan Cecilia, sahabat dekat Jamie, yang secara samar memperingatkannya agar tidak terlalu dekat dengan Jamie. Meski begitu, seiring bulan-bulan berjalan, Anna dan Jamie justru semakin dekat.
Suatu ketika Jamie mengundang Anna ke rumahnya. Malam itu ia membuka rahasia kelam: kakaknya, Eddie, meninggal karena kanker, dan sejak itu hubungan Jamie dengan ayahnya retak. Pagi harinya, Jamie kembali bersikap dingin, membuat Anna bingung dengan perubahan sikapnya.
Anna mencoba mengalihkan pikirannya dengan menghadiri lomba perahu bersama teman-temannya. Namun, ia menyadari bahwa Jamie tidak pernah muncul di perpustakaan seperti yang ia katakan. Kecurigaannya bertambah ketika Cecilia juga tiba-tiba menghilang dari keseharian.
Marah dan curiga, Anna mendatangi rumah Jamie. Di sana ia menemukan Cecilia dan Jamie yang tampak sakit, menerima perawatan medis. Pertemuan itu membuat Jamie murka. Namun akhirnya ia mengungkapkan kebenaran: Eddie memang mengidap kanker, dan Cecilia dulunya adalah kekasih Eddie. Kanker itu bersifat genetik, dan kini Jamie juga mengidapnya. Perawatan yang ia jalani sangat menyakitkan sehingga ia memutuskan untuk berhenti. Inilah alasan ayahnya marah besar.
Jamie memohon agar Anna tidak membuang waktunya untuk seorang pria yang sekarat. Tapi Anna, teringat percakapan awal mereka, menegaskan bahwa Jamie tak seharusnya menghadapi semua ini sendirian.
Mereka pun menghadiri sebuah pesta dansa. Anna bertemu dengan ayah Jamie, yang dengan jujur meminta Anna meyakinkan putranya untuk pulang dan menjalani pengobatan terbaik. Namun Jamie tetap menolak. Malam itu, tubuhnya melemah dan ia pingsan.
Beberapa waktu kemudian, untuk ulang tahunnya, Anna berkendara menggunakan mobil Jamie menuju kastil megah tempat Jamie dibesarkan. Di sana ia mendapat kejutan dari teman-temannya. Di tempat itu, Jamie menceritakan bahwa Eddie meninggal di kastil tersebut. Momen itu penuh kenangan pahit.
Anna memberikan hadiah berupa model mobil, sesuatu yang dulu sering dikerjakan Jamie bersama Eddie dan ayahnya. Hadiah ini akhirnya mendamaikan hubungan Jamie dan ayahnya. Mereka membangun model mobil bersama, sebuah rekonsiliasi yang lama tertunda.
Namun kebahagiaan itu rapuh. Rahasia Jamie akhirnya terbuka pada teman-teman Anna: bahwa ia mengidap kanker. Anna pun berani mengungkapkan perasaannya—ia mencintai Jamie.
Saat Anna mendapat telepon ucapan ulang tahun dari orang tuanya di Amerika, ia memutuskan tidak kembali ke New York untuk mengambil pekerjaan yang menantinya. Ia memilih bertahan di Inggris bersama Jamie.
Keputusan itu membuat Jamie marah. Ia tak ingin Anna mengorbankan masa depannya demi dirinya. Pertengkaran besar terjadi, Anna tidur di kamar terpisah, sementara Jamie, penuh frustrasi, menghancurkan model mobil yang baru saja ia bangun dengan ayahnya.
Anna pun memutuskan kembali ke Amerika. Ia lulus kuliah, dan untuk waktu lama tidak berbicara dengan Jamie.
Namun cinta sulit dipadamkan. Mereka akhirnya kembali berbicara. Anna menegaskan bahwa ia ingin tetap bersama Jamie, meskipun risiko masa depan ada. Jamie takut Anna akan menyesalinya, tapi akhirnya menyerah pada perasaannya. Mereka kembali bersama, dan malam itu mereka bercinta.
Pagi harinya, Anna menemukan Jamie tak sadarkan diri. Di rumah sakit, dokter mengatakan Jamie terserang pneumonia parah, komplikasi akibat kanker yang telah menghancurkan sistem kekebalannya.
Jamie akhirnya memahami bahwa ayahnya benar: perawatan intensif mungkin memperpanjang hidupnya. Namun Jamie menolak. Ia tidak ingin menghabiskan sisa waktunya di rumah sakit. Dalam pelukan Anna, ia bermimpi tentang perjalanan bersama—dan di sanalah, dengan tenang, Jamie menghembuskan napas terakhir.
Waktu berlalu. Anna, yang patah hati namun tetap kuat, memutuskan untuk melanjutkan mimpi mereka. Ia berkelana ke berbagai kota di Eropa, menyusuri tempat-tempat yang dulu ingin mereka kunjungi bersama.
Hingga suatu hari, Anna berdiri di depan kelas, di Oxford, mengajar mata kuliah sastra yang dahulu pernah diajarkan Jamie padanya. Dengan suaranya, dengan caranya sendiri, ia meneruskan warisan pria yang ia cintai—meski waktunya singkat, cinta mereka abadi.